TANTANGAN MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0

5:17 PM Add Comment

Revolusi industri merupakan proses perubahan secara besar pada aspek-aspek seperti teknologi, manufaktur, transportasi, dan mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap kondisi sosial maupun ekonomi disuatu negara. Hingga saat ini, dunia sudah mengalami tiga kali revolusi industri, revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis di mana selama dua abad setelah Revolusi Industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita Negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat. Diantara akhir abad ke-19 dan dua dekade pertama pada abad ke-20, dengan meluasnya distribusi listrik, komunikasi, sehingga terciptanya division of labourproduksi massal, dan revolusi industri kedua. Pada tahun 1950-an, revolusi industri ketiga terjadi adanya pengembangan pada sistem digital, teknologi informasi, sehingga muncul cara baru untuk menghasilkan output, memproses input, dan berbagi informasi.

Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Hal inilah yang disampaikan oleh Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman of the World Economic Forum dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution.


Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini bukan lagi menjadi kelanjutan untuk revolusi industri ketiga, melainkan menjadi jalan untuk datangnya revolusi industri 4.0. Davis (World Economic Forum, 2016) mengartikan industri 4.0 ini sebagai cyber-physical systems yang berarti teknologi bukan lagi menjadi ‘alat’ melainkan tertanam pada kehidupan masyarakat. Artificial Intelligence, nanotechnology, biotechnology, autonomus vehicles, dan 3D printing merupakan contoh semakin luasnya perkembangan teknologi saat ini. Schwab (World Economic Forum, 2016) menjelaskan bahwa transformasi teknologi saat ini bukan perpanjangan dari revolusi industri ketiga, melainkan kedatangan revolusi industri keempat. Dibandingkan dengan revolusi industri terdahulu yang berubah secara linier, industri 4.0 berubah secara eksponensial sehingga dapat mengganti sistem produk, manajemen, bahkan kepemerintahan secara dalam.

Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas". Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat. Lewat Internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.



Selain itu, di Indonesia sendiri sudah membuat sebuah strategi untuk menghadapi Industri 4.0 ini. Yaitu dengan adanya Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap (peta jalan) yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era Industry 4.0. Guna mencapai sasaran tersebut, langkah kolaboratif ini perlu melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga unsur akademisi. Dan sektor industri nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci penentu daya saing di era Industri 4.0. Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem Industri 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing.

Revolusi industri 4.0 tidak lepas dari adanya tranformasi teknologi yang semakin berkembang pesat yang menjadikan teknologi ini dikenalai oleh kalangan masyarakat. (Davis, 2016) Seiring berjalannya waktu teknologi yang terus berubah akan mendorong semakin besarnya tekanan akan persaingan tenaga kerja yang memperburuk ketidaksetaraan, karena pendapatan pekerja berkurang (Basu, 2016). Revolusi industri 4.0 dapat menghasilkan ketidaksetaraan yang lebih besar, terutama yang berpotensi mengganggu pasar tenaga kerja. Perubahan dari labor-intensive menjadi otomasi dapat memperburuk kesenjangan antara pengembalian modal dan upah tenaga kerja. (Brynjolfsson dan McAfee, 2016) Hal inilah yang menyebabkan upah tenaga kerja diposisi yang sama bahkan terus menurun akibat transformasi teknologi (Schwab, 2016) Lalu, yang terakhir adalah bagaimana konsumen di era modern tidak lagi hanya menginginkan produk berupa barang, tetapi juga menuntut adanya layanan jasa yang akan membuat tatanan hidupnya jauh lebih mudah dan lebih menguntungkan bagi masyarakat (Soca, 2017).

Manfaat Revolusi Industri 4.0
1. Dengan adanya revolusi yang berbasis teknologi digital ini, masyarakat bisa menggunakan produk yang semakin canggih;
2. Produk-produk yang dihasilkan dalam negeri bisa lebih bervariasi lagi;
3. Masyarakat semakin mudah untuk mengetahui teknologi terkini;
4. Menghemat biaya.

Dari adanya sebuah manfaat, pasti ada pula kekurang dari Revolusi Industri 4.0 itu sendiri. Namun juga banyak kesempatan positif yang bisa kita pakai untuk menjadikan sebagai pemenang. Apabila kita bisa memanfaatkan peluang-peluang ini

Teknologi Cyber-Physical, misalnya ditandai dengan munculnya Autonomous Vehicle, mobil tanpa awak. Three-D-Printing, yang bisa membuat barang secara sempurna dengan cara yang cepat dan murah dan Advanced Robotic yang bisa mengambil alih peran manusia.

Ada pula Internet-of-Things, Big Data, Artificial Intellegence dan Virtual Reality yang ternyata terus berkembang, yang mulai diaplikasikan dalam Block-chain juga dalam Crypto-currency yaitu mata uang yang tanpa bank sentral, yang saat ini sedang diperebutkan banyak orang. Dan lain-lain. 

Revolusi Industri 4.0 merupakan tantangan besar yang harus dihadapi saat ini karena tidak hanya mempengaruhi pasar, tetapi mempengaruhi sosial dan ekonomi negara tersebut.

Jadi, sudahkah kita semua siap menghadapi Industri 4.0?

*diambil dari berbagai sumber