Theory of Constraint atau lebih dikenal dengan Teori Kendala adalah filsafat manajemen menyeluruh yang diperkenalkan oleh Dr. Eliyahu M. Goldratt dalam bukunya yang berjudul The Goal pada tahun 1984. Dalam teori tersebut dimaksudkan agar dapat membantu organisasi untuk terus-menerus mencapai tujuan mereka. Inti dari judul buku ini adalah bahwa sistem manajemen manapun terbatas dalam meraih satu atau lebih dari tujuannya oleh setidaknya satu kendala. Proses TOC berfungsi untuk mengidentifikasi kendala-kendala dan merestrukturisasi organisasi melalui Lima Tahap Fokus (Five Focusing Steps).
Ide dasar Teori Kendala adalah bahwa
organisasi dapat diukur dan dikendalikan oleh tiga ukuran yaitu through put, ongkos operasional dan inventaris.
Through put merupakan tingkat sejauh mana
sistem dapat menghasilkan uang melalui penjualan. Inventaris merupakan semua uang
yang telah ditanamkan oleh sistem dalam bentuk pembelian barang-barang untuk dijual.
Ongkos operasional merupakan semua uang yang telah dibelanjakan sistem untuk mengubah
inventaris menjadi through put. "The Goal" sendiri berarti
"menghasilkan uang". Semua bentuk keuntungan yang lain diturunkan dari
tujuan tunggal yang utama ini.
Menurut
Hansen dan Mowen, terdapat jenis kendala yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
· Berdasarkan
asalnya
1. Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor
yang membatasi perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya pada keterbatasan
jam mesin. Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
through put semaksimal mungkin tanpa meningkatkan
persediaan dan biaya operasional.
2. Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor
yang membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan
pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok. Kendala eksternal
yang berupa volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan pasar,
meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan produk baru.
·
Berdasarkan
sifatnya
1. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang
terdapat pada sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Kendala tidak mengikat atau kendur
(loose constraint) adalah kendala
yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Selain
itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga bagian yaitu:
1. Kendala sumber daya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa
kemampuan factor input produksi seperti
bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.
2. Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan
tingkat minimal dan maksimal dari penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.
3. Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai
produksi dalam siklus produksi.
Drum
buffer rope merupakan
metode yang digunakan TOC dalam mengatur aliran produksi. Langkah awal dalam mengatur
aliran produksi adalah membuat rencana produksi. Dalam membuat rencana produksi
perlu diperhatikan bahwa jumlah produksi tidak melebihi permintaan pasar,
terdapat cukup material untuk memenuhi rencana produksi, dan cukup kapasitas sumber
daya untuk mengolahnya. Setelah hal-hal tersebut terpenuhi, selanjutnya adalah menentukan
jadwal sumber daya konstrain kapasitas (Capacity
Constraint Resource: CCR). Jadwal CCR digunakan untuk membuat rencana produksi
akhir. Rencana produksi modifikasi tersebut disebut MPS (Master Production Schedule). Proses membuat MPS ini disebut sebagai
drum.
Analogi DBR memberikan gagasan mengenai
hubungan antara kapasitas sumber dan waktu antrian pada lini produksi untuk performansi
waktu antar pesanan dengan persediaan antara yang sedikit. Konsep DBR dalam
sistem produksi dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menghasilkan produk sebanyak-banyaknya
dengan lead time yang rendah dan persediaan
di setiap stasiun juga rendah.
Drum
adalah laju produksi
keseluruhan dari lini produksi. Setiap sumber produksi mengalami fluktuasi statistic dan gangguan pada saat
mengolah bahan baku atau komponen. Setiap sumber juga memiliki kapasitas yang
berbeda, dan sumber dengan kapasitas yang paling kecil disebut sumber pembatas (bottleneck).
Buffer
dapat ditempatkan
di semua bagian dalam sistem produksi, tetapi stasiun-stasiun non-konstrain tidak
perlu diberikan buffer, karena stasiun-stasiun
ini masih memiliki kelebihan kapasitas (excess
capacity) yang akan berfungsi seperti buffer
bagi stasiun tersebut. Kelebihan kapasitas inilah yang menjadi pelindung terhadap
fluktuasi yang mungkin terjadi pada stasiun-stasiun lainnya, oleh karena itu kapasitas
berlebih ini juga disebut sebagai kapasitas pelindung (protective capacity). Kelebihan kapasitas yang dimiliki oleh stasiun
kerja memberikan kemampuan stasiun tersebut untuk meningkatkan laju produksi saat
dibutuhkan.
Rope
melambangkan titik
kendali yang menentukan kapan bahan baku dilepaskan ke lantai pabrik. Adanya rope ini akan mengurangi jumlah persediaan
yang terjadi pada stasiun kerja dan menjaganya pada tingkat tertentu yang
sesuai, karena setiap stasiun akan melakukan produksi sesuai dengan kebutuhan stasiun
konstrain, bukan sesuai kapasitasnya. Bahan baku hanya bisa dilepaskan sesuai dengan
laju produksi sumber pembatas. Dengan cara ini work in process inventory (WIP) hanya terjadi persis di depan sumber
pembatas dan dapat dipastikan bahwa material
akan selalu tersedia pada saat akan diproses oleh sumber pembatas, sehingga
laju produksi tidak terputus.
Sumber ini tidak memiliki kapasitas
yang cukup dalam memenuhi permintaan. Sumber ini juga perlu dilindungi dari fluktuasi
statistik dan gangguan yang terjadi pada sumber-sumber sebelumnya. Untuk mencegah
menganggurnya sumber pembatas akibat kekacauan yang terjadi pada sumber sebelumnya,
maka buffer ditempatkan di depan sumber
pembatas (constraint buffer). Buffer ini juga berfungsi agar laju produksi
tidak terganggu oleh gangguan yang terjadi dalam sistem produksi, oleh karena itu
buffer ini dikenal juga sebagai buffer pelindung (protective buffer).
Dalam mengimplementasikan ide-ide
sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah
yang berurutan agar proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem.
Langkah-langkah tersebut adalah:
Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint). Mengidentifikasi
bagian sistem manakah yang paling lemah kemudian melihat kelemahanya apakah kelemahan
fisik atau kebijakan.
Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint). Menentukan cara
menghilangkan atau mengelola constraint dengan
biaya yang paling rendah.
Sub-ordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources). Setelah
menemukan konstrain dan telah diputuskan bagaimana mengelola konstrain tersebut
maka harus mengevaluasi apakah kostrain tersebut masih menjadi kostrain pada performansi
sistem atau tidak. Jika tidak maka akan menuju ke langkah kelima, tetapi jika
masih, maka akan menuju kelangkah keempat.
Evaluasi konstrain (Elevating the constraint). Jika langkah ini
dilakukan, maka langkah kedua dan ketiga tidak berhasil menangani konstrain. Maka
harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan modal,
atau modifikasi substansi sistem.
Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process). Jika langkah ketiga
dan keempat telah berhasil dilakukan maka akan mengulangi lagi dari langkah pertama.
Proses ini akan berputar sebagai siklus. Tetap waspada bahwa suatu solusi dapat
menimbulkan konstrain baru perlu dilakukan.
“Nah, apakah sudah dapat dimengerti bukan,
apa itu Theory of Contraint? Semoga artikel
mengenai Theory of Contraint ini dapat
bermanfaat” Terimakasih.
Sumber :
Penulis : Annissa Fanya
Teknik Industri Universitas Bakrie Angkatan 2014
Teknik Industri Universitas Bakrie Angkatan 2014
Editor : HMTI-UB
Redaksional : HMTI-UB